Minggu, 15 Februari 2009

INDONESIA PERINGKAT EMPAT DUNIA UNTUK PENYAKIT KUSTA

Jakarta, Sinar HarapanPenyakit kusta tersebar di Indonesia secara tidak merata dengan angka penderita yang terdaftar sangat bervariasi menurut propinsi dan kabupaten. Secara nasional, Indonesia telah mencapai eliminasi sejak pertengahan tahun 2000.Menurut Ketua Perhimpunan Doker Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin Prof Hardianto, untuk tingkat provinsi dan kabupaten hingga akhir tahun 2002 masih ada 12 provinsi dan 111 kabupaten yang angka prevalensinya masih di atas 1 per 10.000 penduduk. Hal itu disampaikannya kepada wartawan, di Jakarta, Senin (20/1).Secara geografis, daerah yang belum mencapai eliminasi ini sebagian besar terletak di Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sulit dijangkau seperti Papua, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu daerah konflik seperti Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), Maluku dan daerah dengan jumlah penduduk yang tinggi seperti Jawa Timur, Sulawesi dan Kalimantan Selatan.Data WHO pada akhir 2001 untuk penderita kusta menunjukkan bahwa Indonesia masih menduduki peringkat ke-4 di dunia setelah India, Brazil dan Nepal. Sedangkan di wilayah Asia Tenggara jumlah penderita kusta di Indonesia menempati urutan ke-3 setelah India dan Nepal. Salah satu kendalanya adalah letak geografis yang sulit dijangkau dan penempatan dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin di daerah-daerah terpencil.Meski demikian, dalam kurun waktu 10 tahun jumlah penderita dapat diturunkan secara drastis dari lebih 100.000 penderita menjadi kurang dari satu per enam (17.137) penderita pada Desember 2001. Khusus untuk dokter spesialis, Hardianto menambahkan 90% yang mengambil spesialis kulit dan kelamin adalah wanita. “Sulitnya, jika mereka akan ditempatkan di daerah yang jauh. Mereka sering beri alasan mengikuti tugas suami,” ujarnya.Selain itu sistem pendidikan di Indonesia sangat kompleks. Di Indonesia ada dua jalur pendidikan yakni jalur akademik dan profesional. Jalur akademik dikenal dengan S1 sampai dengan S3, sedangkan jalur profesional mulai dari D0 sampai dengan D3. Berbeda dengan pendidikan di Inggris, di Indonesia untuk tingkat pasca sarjana tidak dikenal diploma pasca sarjana. Yang menjadi keluhan di perguruan tinggi adalah dermatoloid. Dermatoloid ini bukan spesialis penyakit kulit dan kelamin, namun sering memberikan pelayanan layaknya spesialis kulit dan kelamin.Penyakit kusta adalah penyakit menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). Penyakit tersebut sering menyerang syaraf tepi dan kulit. Penularan kusta secara pasti belum diketahui. Sebagian besar ahli berpendapat kusta dapat menular melalui udara dan dengan adanya kontak kulit dengan kulit penderita yang berlangsung lama. Kusta yang menular adalah kusta tipe basah yang belum mendapat pengobatan. Masa inkubasinya berlangsng lama, rata-rata 2-5 tahun bahkan bisa mencapai 40 tahun. Penyakit ini merupakan penyakit yang sudah lama ada di dunia. Dari literatur diketahui bahwa di India, kusta sudah ada sejak 600 sm dan di Cina ditemukan pada 400 SM. Kata kusta sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang berarti hilangkan. Pada zaman dahulu dimana pengobatan belum ada, maka beberapa penderita dibakar hidup-hidup atau ditenggelamkan. Rasa takut kusta masyarakat sangat tinggi karena penderita kusta tanpapengobatan mengakibatkan cacat yang mengerikan.Dua TipeKusta memiliki 2 tipe yakni tipe kering atau paucibacillary (PB) dan tipe basah atau multibacillary (MB). Tanda-tanda dini dari PB adalah adanya bercak seperti panu mati rasa pada kulit, sedangkan untuk tipe MB adalah adanya penebalan kulit atau bentol-bentol kecil kemerahan yang mula-mula kurang terasa dan lama kelamaan menjadi mati rasa. Dengan ditemukannya pengobatan kombinasi rifampicin, lampren dan dapson, maka penyakit kusta dapat disembuhkan. Bila penyakit ini cepat ditemukan, maka pengobatan dapat mudah dilakukan dan penderita sembuh tanpa cacat. Namun jika terlambat, maka penderita akan sembuh tetapi mengalami kecacatan.Saat ini tidak sedikit penderita kusta berada di jalan-jalan sebagai pengemis. Menurut Suharno, salah seorang direktur dari Departemen Sosial mengatakanpara penderita kusta yang sering menjadi pengemis di jalan-jalan telah melanggar norma masyarakat dengan memanfaatkan kecacatannya guna mendapatkan penghasilan yang lebih baik bila dibandingkan menjadi petani atau peternak yang dikelola oleh panti. Pembinaan yang dilakukan di panti dilakukan sesuai dengan norma masyarakat. “Jadi apa yang dilajkukan penderita kusta di jalan-jalan seperti menjadi pengemis merupakan sebuah pelanggaran norma kehidupan,” kata Suharno. di kutip dari wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar